Uang Bimtek Pantarlih Pemilu 2024

Uang Bimtek Pantarlih Pemilu 2024

Berikut daftar 5 besar partai pemenang Pemilu dari masa ke masa:

*Pemilu 2024 masih angka sementara Kamis (22/2/2024) per pukul 23.00 WIB (62,09%).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Uang pesangon atau dalam bahasa kerennya ‘Money Politic’ merupakan upaya mempengaruhi massa pemilu ataupun pemilihan kepala daerah bahkan hingga kepala desa dengan imbalan materi tertentu.

Secara hukum, praktik money politic ini jelas illegal, seperti diketahui dalam Undang-undang Pemilu Nomor 8 Tahun 2012, secara tegas mengatur larangan melakukan politik uang terutama pada pasal 86 ayat (1) huruf J, yang berbunyi:

Pelaksana, peserta, dan petugas kampanye pemilu dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu.

Larangan tersebut diikuti  dengan ancaman pidana pada Pasal 301 Undang-undang Pemilu Nomor 8 Tahun 2012, yang menyatakan:

Setiap pelaksana kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebaga imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung maupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam pasal 89 dipidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000.

Tetapi dalam kenyataanya modus operandi money politic tetaplah menjamur terlebih menjelang pemilu legislatif dan Calon presiden maupun Calon Wakil Presiden 14 Februari 2024 mendatang dan juga pada masa-masa sebelumnya.

Kita harus sadar bahwa politik uang ini dapat merusak demokrasi karena dapat menghilangkan pilihan bebas pemilih dan mendorong penyalahgunaan kekuasaan. Jika ditelisik lebih jauh praktik ini berpotensi melakukan ‘korupsi’karena tingginya biaya politik di Indonesia.

Melangsir dari CNBC Indonesia, Fahri Hamzah Wakil Ketua Partai Gelora sekaligus mantan wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 mengatakan bahwa ongkos demokrasi di Indonesia memang mahal karena mengakomodasi keterlibatan publik secara masif.

“Kita tidak meletakkan politik bukan permainan segelintir elit, tapi semua orang. Sehingga pemilihan dilakukan oleh rakyat dari tingkat paling bawah,” tuturnya.

Lebih lanjut Fahri Hamzah menambahkan Pembiayaan Pemilu di Indonesia’ (2018) yang dipublikasikan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), menyebutkan beberapa alasan uang politik begitu tinggi.

Pertama, biaya politik yang mahal disebabkan oleh semakin berkembangnya fenomena profesionalisasi politik dan kampanye. Kedua, karena kian rendahnya dukungan finansial dari kelompok akar rumput terhadap para politisi. Inilah yang berimplikasi ketergantungan peserta pemilu kepada donatur swasta dan negara.

Bersumber dari buku  “NU Demak Menjawab Problematika Umat” Para ulama merinci (tafshil)  status pemberian uang pesangon yang diberikan para caleg:

Para ulama juga menjelaskan jika pemberian tersebut termasuk kategori ‘hibbah atau hadiah’ maka boleh menerima dan tidak wajib mencoblos, sedangkan apabila pemberian tersebut termasuk kategori risywah maka tidak boleh menerima secara mutlak dan wajib mencoblos caleg yang sesuai dengan kriteria dalam fiqh.

Penulis: Ika Fitriani (Dosen IAIN Kudus)

Jl. Kebon Sirih, No. 18, Jakarta Pusat 10110 Telp. (+6221) 3822951, 3822051 Fax. (+6221) 3843647 Email. [email protected]

Bimtek ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam mengawal penyelenggaraan pendidikan di sekolah penggerak dengan memberikan pelatihan konsep perencanaan berbasis data, pengelolaan dana BOS, penyusunan RKAS, dan penggunaan platform SDS-ARKAS selama 3 hari dari 30 Juni hingga 2 Juli 2022 di Hotel Gumilang Regency.

Bantul (DPW AGPAII) -  Dewan Pengurus Wilayah Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (DPW AGPAII) DIY., Selasa (2/2) mengajak seluruh Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) di Kabupaten Bantul, dari berbagai jenjang mulai dari TK, SD, SMP, SMA, SMK dan SLB untuk mengikuti Bimtek AGPAII Digital sebagai upaya pengembangan kompetensi dalam bentuk pengenalan media pembelajaran digital serta kelas siswa PAI virtual.

AGPAII Digital merupakan aplikasi yang terdiri dari KTA AGPAII, RPP AGPAII, Penilaian AGPAII, Modul AGPAII dan Siswa PAI. Kelima aplikasi ini diperuntukkan untuk GPAI dari berbagai jenjang.

Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bantul, H. Aidi Johansyah, S.Ag., MM., memberikan apresiasi terhadap kegiatan ini, dan memberikan motivasi kepada GPAI supaya terus mengembangan diri dalam bidang teknologi pendidikan.

Hadir pula Kepala Seksi Pendidikan Agama Islam Kemenag Kabupaten Bantul, Muhammad Tahrir, SE., MM. yang memberikan dorongan kepada seluruh GPAI Kabupaten Bantul untuk segera membentuk Dewan Pengurus Daerah (DPD) AGPAII, sehingga menjadi wadah besar dari seuruh GPAI dari berbagai jenjang. Tahrir memberikan kesempatan pula kepada AGPAII untuk berkoordinasi dengan Seksi PAIS Kemenang Kab. Bantul membahas tentang program-program yang akan dicanangkan.

Menurut pemaparan Ahmad Saifudin, S.Ag., M.S.I. selaku ketua DPW AGPAII DIY, AGPAII memiliki fungsi utama advokasi. Sehingga misi utama dari AGPAII adalah memperjuangkan hak-hak GPAI terkait dengan status GPAI yang saat ini masih didominasi oleh Non-PNS. Selain itu AGPAII juga berupaya memfasilitasi GPAI dalam Pengembangan Kompetensi sehingga mampu menjawab tantangan revolusi industri 4.0. Inti dari Bimtek AGPAII Digital pada hari ini adalah sosialisasi dan praktik penggunaan aplikasi AGPAII Digital yang terdiri dari lima aplikasi.

Hadir 215 GPAI Kabupaten Bantul dari berbagai jenjang dengan antusias yang tinggi dalam mengkuti Bimtek. Acara Bimtek berlangsung dari pukul 09.00 -11.30 WIB dengan tertib dan lancar. (As)

TRIBUN-TIMUR.COM - Berikut ini penjelasan Ustadz Abdul Somad terkait hukum menerima uang saat Pemilu.

Ya, jelang Pemilu, terkadang ada timses Caleg maupun Capres memberikan uang, bingkisan atau semacamnya kepada warga.

Diketahui, Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tinggal beberapa hari lagi.

Pemilu 2024 serentak digelar pada 14 Februari 2024 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Lantas apa hukum menerima uang dari caleg/ capres atau hukum menerima serangan fajar?

Hukum menerima uang saat Pemilu diungkap Ustadz Abdul Somad dalam sebuah ceramah beberapa tahun lalu.

Video Ustadz Abdul Somad diposting di kanal YouTube Shaquille kicau chane, empat tahun lalu.

Dalam video, tampak Ustadz Abdul Somad atau karib disapa UAS membaca pertanyaan dari seorang jamaah.

Pertanyaannya "Apa hukumnya menerima uang dalam Pemilu," kata UAS membaca pertanyaan tersebut, dikutip Tribun-Timur.com dari video.

"Ambil uangnya, jangan coblos orangnya," kata UAS.

"Setuju," lanjut UAS lagi yang disambut ucapan setuju dari jamaah.

Tak berhenti di situ, UAS menjelaskan, uangnya diambil bukan untuk pribadi, melainkan diserahkan ke panti jompo, anak yatim, dan fakir miskin.

UAS menegaskan praktik money politic atau politik uang itu hukumnya haram.

"Sekali haram tetap haram. Jangan. Jangan. hindari money politic," jelas UAS.

Dero.desa.id - Tutorial buat akun dan cara gunakan aplikasi e-Coklit bagi Panitia Pemutakhiran Data, Pantarlih Pemilu 2024 tersaji dalam artikel ini. Pantarlih Pemilu 2024 diwajibkan melakukan verfikasi data pemilu secara elektronik.

Karena E-Coklit merupakan aplikasi penting dalam memuat data pemilih, aplikasi ini hanya bisa diakses oleh petugas Pantarlih Pemilu 2024 yang resmi dilantik oleh PPS kelurahan setempat dan teregistrasi dengan PPK.

Sementara itu untuk link unduh aplikasi E-Coklit hanya dibagikan oleh petugas PPS kelurahan atau desa masing-masing

Simak cara gunakan aplikasi e Coklit Panitia Pemutakhiran Data, Pantarlih Pemilu 2024 secara elektronik lengkap tutorial buat akun dalam artikel berikut ini.

Setelah berhasil di unduh, Pada menu Home atau dashboard di bagian kiri anda dapat melihat data statistik yang terdiri dari beberapa keterangan untuk melihat progres Coklit.

Selain itu, ada juga beberapa keterangan untuk melihat kategori pemilih seperti, pemilih sesuai, pemilih baru, pemilih ubah, dan pemilih tersaring.

Di sisi lain, dalam aplikasi Coklit elektronik ini juga terdapat keterangan kategori pemilih difabel yang terdiri dari 6 jenis yang bisa dilihat langsung pada aplikasi E-Coklit.

Untuk Pemilih Tersaring, E-Coklit membaginya menjadi pemilih yang dinyatakan meninggal dunia (dibuktikan demam akta kematian), data pemilih ganda, di bawah umur, TNI/Polri, dan salah tempat TPS.

Selain keterangan tersebut, pada menu Home juga bisa digunakan untuk melihat dari tiap rekapitulasi data tiap-tiap keterangan pada aktivitas Coklit yang dilakukan Pantarlih.

Pada bagian menu ‘Profile’ E-Coklit, berisi keterangan username, email, alamat lengkap Pantarlih, dan nomor TPS. Di menu ini juga Pantarlih bisa Log out akun.

Di samping itu, menu ‘Pemutakhiran Data’ maka langkah pertama Pantarlih harus mendownload data terlebih dahulu, jika gagal maka anda perlu aktifkan Lokasi di HP kemudian klik kembali ikon awan dalam menu tersebut.

Di dalam menu ‘Pemutakhiran Data’ inilah, Pantarlih dapat melihat jumlah pemilih yang mencapai jumlah maksimal 300 pemilih per TPS.

Demikian penjelasan mengenai cara pakai aplikasi E-Coklit untuk Pantarlih Pemilu 2024 mendatang. Semoga mudah dimengerti dan membantu

Jelasnya Tonton Tutorial ecoklit di Bawah Ini:

Baca Juga Berita Sebelumnya:

Terkait serangan fajar atau pemberian uang untuk mendukung calon tertentu pernah dibahas oleh KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya. Persoalan hukum politik ini dibahas Buya Yahya ketika mendapat pertanyaan dari jemaahnya.

Buya Yahya menuturkan, seorang muslim memiliki kewibawaan yang tidak bisa dibeli apapun. Muslim tidak boleh menukar akhlaknya, agamanya, dan imannya yang secara khusus untuk kepentingan Pemilu 2024.

“Tidak boleh ditukar akhlak kita, agama kita, iman kita. Maka ini perlu pembiasaan. Jangan dikit-dikit main imbalan, main pemberian,” kata Buya Yahya, dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Sabtu (10/2/2024).

Buya Yahya tak menampik jika ada timses caleg atau capres yang memberinya secara tulus dan ikhlas. Namun, menurut Buya Yahya, persoalan dalam politik uang bukan tulus atau tidak.

“Walaupun seandainya pemberiannya itu ikhlas, tulus, permasalahannya bukan itu. Hati kita itu cenderung kepada dunia kuat sekali, sehingga menjadi kita itu tidak enakan karena merasa kita sudah menerima. Padahal dia tidak pantas untuk kita pilih lalu kita pilih. Maka lebih baik urusan hadiah jangan dihubungkan dengan pemilihan,” imbuh Pengasuh LPD Al Bahjah ini.

Lebih lanjut Buya Yahya mempertanyakan sumber uang yang digunakan dalam praktik money politic. Menurutnya, umat harus jeli jangan asal terima uang dari timses.

“Mungkin dia orang terkaya di negeri ini. Duitnya sendiri mungkin yang dibagi-bagi. Kalau duit pinjaman, misalnya, kita tidak tahu nggak boleh suudzon juga. Artinya kemungkinan pahit itu harus kita hadirkan supaya kita tidak gampang nerima,” ujarnya.

Namun, yang dikhawatirkan Buya Yahya adalah uang dari hasil janji-janji dengan pengusaha, sehingga nanti jika terpilih akan lebih mementingkan pengusaha tersebut.

“Nah, setelah jadi bagaimana dia akan menyejahterakan rakyat sementara dia sendiri punya kewajiban untuk mengembalikan (dana) karena dia nggak punya duit, tapi kok bisa bagi-bagi duit kan aneh,” tuturnya.

“Jadi banyak kemungkinan-kemungkinan yang menjadikan kita jerumuskan dia. Kalau memang kita percaya dia orang baik, kita katakan, pak cukup gak usah Anda keluarkan uang karena aku tahu kamu orang baik dan kamu tidak punya duit. Maka gak usah bagi-bagi. Karena kamu baik kamu maka saya akan pilih,” Buya Yahya menambahkan.

Menurut Buya Yahya, timses caleg atau capres yang yang bagi-bagi uang harus diwaspadai. “Jangan-jangan duit saya nanti itu akan diambil dari saya di ke depan hari dengan bermacam-macam upaya. Harus curiga dengan yang suka bagi-bagi yang demikian itu,” katanya.

Hujan deras mengguyur Kota Bogor, Sabtu malam, dan sebuah pohon kresem besar di Jalan Cindangiang, Baranangsiang, Bogor Tengah, tumbang hingga ...

Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia telah menggelar pemilihan umum atau pemilu sebanyak 13 kali. Pemilu pertama kali berlangsung pada tahun 1955. Pemilu 1955 sejauh ini masih dianggap sebagai salah satu pemilu paling bersih dalam sejarah Indonesia pasca proklamasi 1945.

Pada waktu itu,  rakyat Indonesia memilih wakilnya di parlemen maupun di konstituante secara langsung. Hasil pemilu 1955 merepresentasikan 3 poros utama politik Indonesia pada Orde Lama, ada kalangan Marhaenisme yang dimanifestasikan oleh PNI, kelompok agama Islam terutama Masyumi dan NU, serta kelompok komunis yakni PKI.

Secara berturut-turut, PNI, Masyumi, NU dan PKI memperoleh suara paling banyak pada pelaksanaan Pemilu 1955. Namun demikian, bulan madu demokrasi itu hanya berlangsung seumur jagung, karena pada 1959, Sukarno memutuskan membubarkan konstituante dan kembali melaksanakan UUD 1945. Masa ini kemudian dikenal sebagai demokrasi terpimpin.

Selama pelaksanaan demokrasi terpimpin, Sukarno sama sekali tidak menyelenggarakan pemilihan umum, sampai akhirnya dia jatuh karena keriuhan politik, khususnya pasca terbunuhnya jenderal TNI AD oleh G30S 1965. Demokrasi semakin mati suri. Suharto yang berlatarbelakang militer naik ke tampuk kekuasaan.

Pada 1971, pemilu kembali bergulir, hasilnya Golkar sebagai pemenang. NU berada di peringkat kedua dan PNI di peringkat ketiga. Lagi-lagi bulan madu Orde Baru dengan demokrasi berlangsung hanya sebentar, pasalnya pada tahun 1973, di bawah komando Ali Moertopo, Orde Baru berupaya menciptakan stabilitas. Partai yang semula 34 (Pemilu 1955) dan 10 (Pemilu 1971) diringkas menjadi 2 dan satu golongan.

Ketiga kelompok itu adalah Golkar, kelompok Islam dilebur jadi PPP, dan nasionalis, katolik, termasuk Murba ke PDI. Pada pemilu 1977 sampai 1997 politik Indonesia didominasi Golkar. Sistem multi partai kembali diterapkan pada pasca reformasi. PDI pecah menjadi PDI Soerjani dan PDIP Megawati, muncul partai baru seperti PKB yang membangkitkan romantisme NU, PAN, hingga Partai Keadilan kemudian menjadi PKS.

Selama reformasi, pemenang Pemilu datang silih berganti, pada tahun 2024 untuk pertama kalinya pemilih memilih presiden secara langsung. Tahun 2009, diberlakukan sistem proporasional terbuka, sehingga rakyat memilih calon presiden sekaligus calon legislatif secara langsung.